Tepat setahun yang lalu, di tepi danau yang tak jauh dari rumah saya, saya masih ingat saat ada seorang anak kecil yang berteriak dalam sebuah sore yang mendung. Teriakannya tidak begitu keras, namun sangat tegas yang mengatakan “Aku benci hari ibu”. Rasa penasaran membuat niatku untuk memancing menjadi urung.
Ku dekati anak itu dan mulai bertanya apa yang membuatnya begitu membenci hari ibu. Walau sempat tidak member tanggapan pada awalnya. Kemudian, dia duduk dan mulai bercerita. “Aku tidak tahu apa yang membuat hari ibu spesial buat semua orang. Apa gunanya hari ibu jika itu hanya berlangsung sekali dalam setahun? Aku…aku yang sangat menyayangi ibuku butuh waktu lebih dari hari ibu saja untuk mengungkapkan rasa sayang ku pada ibuku.” Katanya. “Hari ibu justru membuat aku sangat menyesal sampai sekarang.” Tambahnya lagi. “Kenapa?” tanyaku. “Dua minggu sebelum hari ibu, ibuku sakit parah dan harus masuk rumah sakit. Aku kira itu karena ibu terlalu lelah memikirkan kenakalanku. Dan aku ingin meminta maaf. Aku mengumpulkan uang untuk membeli ibu hadiah. Tiga hari sebelum hari ibu, aku sudah membeli sebuah sweater untuk menghangatkan badan ibuku. Namun, pada saat di toko itu, beberapa pembeli juga membeli baju yang katanya akan diberikan pada saat hari ibu. Aku kemudian berpikir hal yang sama. Sayangnya, ibuku meninggal tepat sehari sebelum hari ibu. Seandainya aku tidak tahu tentang hari ibu, mungkin hadiah itu sudah ada pada ibu. Dan ibu tahu betapa aku sayang dia. Tapi sekarang sudah terlambat. Aku benci hari ibu. Aku benci.” Katanya lagi sebelum minta ijin pulang dan meninggalkanku yang merenungi itu seiring gelap mulai turun dan menyelimuti. Ya, dalam hati aku setuju kalau aku tidak harus menunggu hari ibu untuk mengungkapkan betapa aku sayang pada ibuku.
Image from : alifmusic.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.